Ketika CInta Tak Lagi Bertasbih


Ketika CInta Tak Lagi Bertasbih
part one :

“kalo santet di bolehin jun,udah gue santet si tempe,huuu..” omel Miftahurrohmah, atau sering disapa dengan sebutan Itong. Matanya sudah sembab, hidung dan bibirnya sudah merah dan membengkak seperti di suntik silikon. sedang yang diajak bicara malah asik dengan tulisannya. Tak pedulilah dengan raungan itong, dengan lirikan aneh adik kelas, ia tetap asik dengan tulisannya.
Itong memang sudah lama punya rasa kepada lelaki itu. Bukan, namanya bukan tempe, itu hanya ejekannya saja untuk lelaki itu, kita sebut saja Dayat. Ya, Dayat. Itong pertama kali jatuh cinta dengan dayat saat masih duduk di kelas tujuh, sekarang itong sudah duduk di kelas dua belas. Kesan pertama itong saat itu adalah, kagum. Dari sekian banyak laki laki yang ia temui, baru Dayat yang membuatnya merubah pandangan tentang laki-laki.
Dayat pendiam, tak banyak tingkah. Rajin sholat dhuha, sunnah rowatib tak pernah tertinggal, tak pernah di hukum guru, rajin tadarus, sering ke perpus, pokoknya, menurut itong, yang baik baik, Dayat punyalah.
Itong?. Ah..itong, jangan di tanya. Semua kebalikan sifat Dayat adalah sifat itong. Galak,  sering tidur di jam pelajaran, malas sholat sunnah, pokoknya, Dayat dan Itong bagai air dan api deh.
Dan dimasa pencarian jati diri, Itong merasa, kalau Dayat bisa jadi motivasinya untuk berubah.Temannya bilang, itu baru namanya, uhibbuka lillah, mencintai karna Alloh.
Tapi, kenyataan tak seindah sinetron.
Itong memang tak pernah menyatakan perasaannya kepada Dayat. Ia hanya bercerita kepada teman temannya. Bukan teman dekat saja, bahkan semua teman perempuan sekelasnya. Banyak orang di sekolah yang mengenali Itong, sehingga berita itu menyebar bak oksigen di udara.
Pada awalnya, Dayat tak memberi respon macam-macam, ya, karna memang dia pendiam. Tapi berita itu tak surut surut. Sialnya, itong dan Dayat kembali satu sekolah saat duduk dibangku SMA. Tak hanya Itong dan Dayat, banyak juga beberapa dari teman SMP yang juga satu sekolah llagi dengan mereka. Makin jadilah ledekan itu.
Setiap Itong sedang heboh bercanda di kelas, tertawa lebar, dan tiba tiba Dayat datang, jleb. Diam seketika. Raut wajahnya langsung datar. Buru buru ambil buku, coret coret apa saja. Nyata salting.
“lagi, kalo suka tuh biasa aja kali tong,kehidupan nyata mamen, beda sama sinetron. Iya aja, di sinetron kalo bilang suka, nanti cowonya ikutan suka, terus pacaran, lah ini, haduh...”
“ya, kan gue juga gak bilang ke dia kali jun...”
“emang lu gak bilang ke dia, tapi lu bilang ke semua orang, hadehh..”
###
Berita tentang Itong dan Dayat masih dan terus menyebar. Mendekati tahun ketiga, Dayat mulai menunjukan sikap. Mulai dari cemberut, sering bolos, bercanda di kelas, tidur di jam pelajaran, dan mulai dekat dengan lawan jenis.
Tahun berikutnya, tambah parah. Gaya jalannya, membusung. Perawakannya yang dulu terlihat sopan, di tahun itu lebih terkesan arogan. Di tahun ini ia menjabat sebagai ketua laboratorium sains. Anggotanya mayoritas perempuan, dan kedekatannya dengan anggota lebih terkesan centil. Sholat dhuha, sudah lupa sepertinya. Ia lebih asyik bercanda dengan teman teman perempuan.
Perubahan yang Dayat lakukakan tak menyurutkan berita tentang dirinya juga Itong.
Pernah satu hari, itong tak masuk kelas. Temannya bilang, itong sakit. Dan semua teman sekelas tanpa ada aba-aba siap grak atau maju jalan, menyampaikan berita sakitnya Itong. Dan reaksi Dayat, sama sekali tidak menyenangkan.
“Syukur deh, kenapa gak pindah sekalian aja tuh macan?”
JLEEBB..
Jangankan Itong, semua teman teman yang dengarpun protes. Apalagi perempuan, mereka lebih peka untuk masalah hati. Dan ketika Itong  kembali masuk kelas. Apa yang Itong lakukan?. Ya, marah.
Tapi Itong tak punya nyali untuk melabrak. Yah, karna masih punya rasa,dan kemarahan Itong tertahan.
Tahun berikutnya, perubahan perubahan makin menonjol. Dayat mengubah gaya rambutnya, terlihat lebih bergaya, tak seperti dulu yang rapih dan enak di pandang. Mulai tidak rapih pula gaya berpakaiannya. Celana bahan, Cuma celana sekolah mungkin. Baju kemeja masih melekat, tapi kini, kancing kancingnya di buka penuh. Motor besar, kaca mata hitam, jaket kulit dan aksesori bad boy lainnya.
Itong mulai gerah. Apa ini salah satu cara Dayat menghilangkan perasaan Itong terhadapnya?, mungkin, bisa jadi.
Di tahun itu, adik Dayat masuk ke sekolah mereka. Dan hasil berita mulut ke telinga lalu ke mulut lagi lalu ke telinga lagi, dan seterusnya, membuat adik Dayat tahu.
Pernah suatu hari, Dayat meminta dua orang teman Itong untuk membantu menyelesaikan permasalahan adiknya. Dan dua teman Itong, langsung meminta Itong ikut serta, tanpa banyak pikir, itong langsung maju.
“Hayuk!! Siap!”
Singkat cerita, masalah Adik Dayat pun beres. Dayat meminta laporan hasil kerja teman Itong itu.
“Itong ikutan bantu lohh..” ledek si pelapor.
Air muka Dayat sontak berubah, “Ngapain ngajak itu orang?”
“bukannya makasih, kita bingung mau gimana mulainya, ya udah, kita ajak itong aja, dia kan pinter ngomong..”
Dayat malah melengos begitu saja wajahnya kusut seketika, “jangan lagi lagi ngajak itong buat urusin masalah saya!!”
###
Tepat di kelas dua belas. Itong mulai perlahan menyampingkan urusan hati, ia ingin lulus sempurna. Perlahan namun pasti, Itong mulai belajar untuk tidak lagi mengagumi bahkan membenci Dayat. Tidak, tidak hanya Dayat. Pandangan negatif Itong terhadap laki-laki muncul lagi sejak kelakuan Dayat yang sangat tidak menyenangkan terhadapnya.
“Dasar!, Badan gede nyali TEMPE!!!” begitu hardiknya.
Ia sakit hati bukan hanya karna perubahan juga respon Dayat terhadap perasaannya, lebih kepada ke tidak-jantan-an Dayat selama ini.
“Apaan kali, kalo mau protes sama perasaan gue, gak lewat orang kali, dasar TEMPEEE...” omelnya menjadi jadi.
Ijun yang sedari tadi asyik dengan tulisannya akhirnya terpancing pula. Bagaimana tidak, ide idenya buyar karna raungan Itong.
“Tong, bersyukur lah tong... berarti secara gak langsung, lu udah disadarin dari cinta buta lu itu..” katanya.
Yang diajak bicara malah kebingungan.
“dia gak pas buat lu tong, itu jawabannya...”
 Kerudung hijau mudanya sudah basah dengan air mata dan, em, air hidung. Mulai lelah denga tangisannya, Itong pun perlahan diam. Hanya sesenggukan yang sesekali terdengar. Itong mulai berfikir dan berfikir. Bukan, lebih kepada meratap.
Ya, meratap.
Itong masih dan terus meratap. Meratap dan meratap.
Jatuh cinta karna Alloh, tapi kenapa begini jadinya...
Gumamnya.
Sejak saat itu. Sejak pertengahan kelas dua belas hingga sekarang, Itong masih belum bisa melupakan tindakan Dayat di belakangnya. Baru pertama kali merasakan cinta, dan langsung disakiti. Itong juga tak lagi percaya cinta. Tak percaya dengan hubungan lawan jenis, pacaran ataupun pernikahan. Menurutnya, semua laki laki sama. Tak punya hati. Tak ada perasaan.
Itong mengikir hatinya, menuliskan jauh di dalamnya.
Tak terima hubungan apapun, tak ingin pacaran, menikahpun tidak. Biar jadi sendiri saja lebih baik, daripada hidup seatap dengan mahluk lain sejenis Dayat..
###
                                                                                                                                                             kim


to be Countinue part two (^_^)9....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TOKO ALAT LUKIS DI SAMARINDA

lepas putih abu-abu